Rabu, 10 April 2013

Nisan Berlumur Darah (Cerita Rakyat Martapura - Kalimantan Selatan)


Assalamu’alaikum Sobat. Ini kisah dari Kalsel. Silakan dibaca…·
Mashor adalah pemuda yang bertempat tinggal di desa yang sekarang  sekitar Pekauman danTeluk Selong. Mashor berasal dari keluarga yang  miskin, tetapi mempunyai pendidikan yang tinggi dan budi akhlaknya  tinggi. Dia mempunyai keahlian membaca Al-Quran yang sangat indah  didengar. Mashor sebagai orang yang tidak mampu ikut bekerja di rumah  Fatimah sebagai pembantu.
Fatimah merupakan gadis dari keluarga sangat kaya. Mereka tinggal  di seberang desa Mashor, mungkin sekarang daerah Kampung Melayu. Orang  tuanya merupakan pedagang yang mempunyai hubungan dagang keluar daerah.  Terutama daerah Singapura.

Mashor sebagai pembantu mempunyai banyak pekerjaan yang harus  dilakukannya seperti menimba air, memotong kayu, dan lain-lain. Hari  demi hari, bulan demi bulan itu saja yang dilakukannya untuk membiayai  hidup dan orang tuanya. Selama beberapa tahun Mashor bekerja dirumah  kaya itu membuat Fatimah secara tidak sadar jatuh cinta kepadanya begitu  juga sebaliknya. Tetapi karena adat yang menjaga ketat pertemuan antara  perawan dengan bujangan membuat hubungan mereka tidak diketahui oleh  keluarga.
Mashor sadar percintaan mereka pasti akan ditentang oleh keluarga  Fatimah yang memegang adat keluarga. Mereka hanya akan menikahkan anak  gadisnya hanya dengan orang yang sederajat dan mempunyai hubungan  keluarga bangsawan dan pasti tentu harus pilihan keluarga.
Tetapi Cinta  di hati tidak bisa menolaknya. Tidak lama kemudian hubungan mereka mulai diketahui orang tua Fatimah.  Betapa marahnya orang tua Fatimah mengetahui hal itu. Mereka  memutuskan untuk menjauhkan Mashor dari Fatimah dengan menugaskan Mashor  menjaga kebun karet dan ladang keluarga Fatimah di seberang sungai.
Kebun karet ini berada jauh dari rumah Fatimah, menujunya hanya bisa  dengan perahu “jukung” karena melewati sungai yang kecil. Mashor  diberikan pondok kecil untuk berteduh dan melakukan kegiatan  sehari-hari. Setiap hari dia bekerja merawat kebun karet tersebut.  Setiap hasil karet hanya orang suruhan keluarga Fatimah saja yang  mengambilnya. Dia tidak diberikan kesempatan untuk ke rumah sang  Majikan.
Fatimah mengetahui kabar Mashor hanya dengan meminta keterangan acil ijah, pembantu yang sering mengatarkan beras buat Mashor.
Suatu hari ada orang kaya bernama Muhdar yang masih ada hubungan  keluarga dengan Fatimah badatang (melamar) ke rumah Fatimah dengan  menggunakan satu buah kapal yang sangat besar sesuai dengan derajat  kekayaan orang tersebut. Niat Muhdar disambut baik oleh keluarga  Fatimah, mereka sepakat untuk mengadakan perkawinan besar-besaran. Hal  ini tidak menjadi beban bagi Muhdar karena kakayaannya.
Fatimah sangat menentang niat orang tuanya yang menjodohkannya dengan  Muhdar. Dia kenal betul perangai Muhdar. Walaupun kaya tetapi dia tidak  mempunyai budi pekerti dan ilmu agama sebaik Mashor. Tetapi dia harus  menjalankan dua pilihan yang sangat berat. Di satu sisi dia mempunyai  pilihan dan cinta yang diyakininya membawa kebahagian di dunia dan di  akhirat yaitu hidup bersama Mashor. Di satu sisi dia harus mengikuti  perintah orang tuanya, dia sadar menyakiti hati orang tua adalah  perbuatan yang durhaka. Akhirnya Fatimah pasrah terhadap perjodohan ini.  Perjodohan yang dilandasi oleh harta, hubungan keluarga bukan oleh  Cinta. Mashor yang berada jauh tidak mengetahui perjodohan ini. Semuanya  yang datang ke gubuk Mashor bekerja selalu menutupinya. Mereka tidak  ingin dipecat majikan jika menceritakan hal tersebut.
Akhirnya acara pernikahan dimulai, Muhdar datang dengan beberapa  kapal besar yang membawa mas kawin atau jujuran. Ada kapal yang membawa  isi kamar lengkap, ada kapal yang membawa perhiasan emas dan batu  permata, ada kapal yang membawa pakaian wanita yang sangat indah-indah.  Bagi mereka semua itu hal biasa, karena bisnis dagang keluarga ini ke  Singapura berupa batu permata dan kain. Mereka mempunyai banyak  pelanggan di Singapura. Pada jaman tersebut sungai Martapura digunakan  sebagai jalur perdagangan. Kapal-kapal besar pedagang Martapura sering  berangkat membawa barang dagangan ke Pulau Jawa dan Sumatera hingga  Singapura dan Malaysia. Sesuai dengan jalur perdagangan dunia antara  Malaysia dan pulau Sumatera.
Pada malam harinya ketika semua kelelahan. Muhdar dan Fatimah tidur  di kamar penganten. Belum sempat malam pertama itu terjadi ternyata  rumah Fatimah terbakar akibat api dapur lupa dimatikan. Muhdar lari  keluar dengan segera tanpa memperdulikan Fatimah. Api semakin membesar  Fatimah terjebak di dalamnya.
Mashor yang belum tidur melihat dari kejauhan warna merah di langit yang  menadakan kebakaran. Dia yakin kebakaran itu berada di rumah Fatimah.  Tanpa peduli aturan majikannya yang tidak memperbolehkannya mendekati  rumah dia langsung berlari mengambil jukung. Setelah sampai di rumah  Fatimah dia diberitahu bahwa Fatimah terjebak di dalamnya.
Dengan  kekuatan Cintanya dia terobos api dan menemukan Fatimah pingsan karena  terlalu banyak menghirup asap. Dia angkat Fatimah melewati api yang  besar. Dengan badannya dia melindungi Fatimah dari api dan kayu rumah  yang berjatuhan. Setelah dia bawa keluar Mashor disambut Muhdar dengan  merebut Fatimah dari pangkuan Mashor. Dengan demikian Mashor akhirnya  mengetahui perkawinan tersebut. Belum sempat dia mendapatkan penjelasan,  Mashor pingsan karena terlalu banyak luka bakar yang dialaminya.
Keluarga Fatimah memerintahkan agar Mashor dirawat kembali di gubuknya  tempatnya bekerja. Dan menginginkan agar peristiwa heroic ini jangan  sampai diketahui Fatimah.
Subuh harinya mashor tidak bisa bertahan. Dia meninggal karena luka  yang terlalu parah. Setelah sholat dzuhur dia dimakamkan di daerah  perkebunan karet tersebut. Atau tepatnya sekarang berada di desa  Tungkaran. Makam Mashor sederhana dengan nisan ulin. Untuk mencegah babi  hutan kuburannya juga dipagar bambu.
Semuanya berada di pemakaman, baik teman-teman Mashor maupun keluarga  Fatiamah. Tetapi Fatimah tidak mengetahui kematian ini. Dia masih lemah  di kamar rumah Muhdar. Dia masih bertanya di dalam hati bagaimana dia  bisa selamat, suaminya sendiri meninggalkannya saat kebakaran itu  terjadi.
Sewaktu malam hari pertanyaan itu dikeluarkannya pada Acil Ijah yang  sejak kecil merawatnya. Acil Ijah tahu betul perasaan Fatimah kepada  Mashor. Karena tidak dapat mendustai tuannya yang sejak kecil dia  pelihara tersebut akhirnya dia ceritakan peristiwa kebakaran itu.
Fatimah yang sangat rindu Mashor akhirnya menanyakan keberadaan  Mashor. Dengan sangat hati-hati Acil Ijah menceritakan kematian Mashor  dan memberitahukan letak kuburannya. Dia berjanji menemani Fatimah besok  untuk ziarah ke kuburan Mashor.
Fatimah Sangat terpukul hatinya mengetahui pemuda yang melindungi dan  dicintainya telah tiada. Menangislah Fatimah sejadinya. Setelah semua  orang terlelap tidur, jam 3subuh tanpa sepengetahuan yang lain Fatimah  keluar rumah. Dia tidak dapat menyimpan perasaan rindu dan dukanya.  Tanpa menunggu siang dia bertekad harus menemukan ke kuburan Mashor. Dia  tidak yakin kekasihnya sudah meninggal jika tidak menemukan kuburannya  langsung. Dia seberangi sungai Martapura dan berjalan menyisir jalan  setapak. Dia masih ingat letak kebun karet keluarganya ketika ayahnya  pernah mengajak sewaktu kecil. Malam itu hari hujan dengan deras tetapi  tidak menyurutkan hati Fatimah, di dalam hatinya hanya ada satu nama  Mashor. Di pikirannya hanya ada satu wajah Mashor, pemuda yang sangat  mengerti dirinya. Setelah tiba di kebun karet keluarganya, Fatimah tanpa  sadar dan mungkin karena ilusi yang muncul karena obsesinya bertemu  Mashor, dia melihat Mashor berdiri tersenyum kepadanya di tengah  rintikan hujan. Tanpa berpikir panjang Fatimah berlari ingin memeluk  tubuh kekasihnya melepaskan segala kerinduannya. Fatimah menabrak tubuh  lelaki itu hingga terjatuh tanpa disadari pagar yang terbuat dari bambu  yang melindungi kuburan Mashor menusuk tubuh Fatimah tepat di dadanya.  Darah mengucur dan menetes di atas kubur Mashor dan melumuri nisannya.  Fatimah meninggal dengan senyum dia yakin menemukan cintanya.
oleh: M. Jazuli Rahman
Kayuh Baimbai Mambangun Banua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar