Autisme adalah
gangguan perkembangan yang sangat
kompleks pada anak. Gejala yang tampak
adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah,
perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.
Hingga saat ini kepastian mengenai autisme belum juga terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian mengkhawatirkan. Di Amerika Serikat, perbandingan anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100. Indonesia belum punya data akurat mengenai itu.
Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktoryang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.
Hingga saat ini kepastian mengenai autisme belum juga terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian mengkhawatirkan. Di Amerika Serikat, perbandingan anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100. Indonesia belum punya data akurat mengenai itu.
Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktoryang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.
1.
Genetik
Ada bukti
kuat yang menyatakan
perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National
Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki
peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme.
Penelitian pada
anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan
besar memiliki gangguan yang sama.
Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme.
Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan
cara sel-sel otak berkomunikasi.
2.
Pestisida
Paparan
pestisida yang tinggi
juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida
akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao,
profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.
3.
Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika
dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan
tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah
obat generasi lama yang dipakai
untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta
insomnia.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yangdipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yangdipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
4.
Usia orangtua
Makin tua usia
orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme.
Penelitian yang dipublikasikan
tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen
memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
"Memang
belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal
ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay,
Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.
5.
Perkembangan otak
Area tertentu
di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi,
pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme.
Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme.
“Kayuh Baimbai Mambangun Banua”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar